Pengertian HAM dan Hubungan HAM Terhadap Perencanaan Wilayah dan Kota



Pendahuluan

Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Sebagai warga negara dan pribadi yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Deklaration of Independent) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1.

Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemendansesudahamandemenmemilikiperbedaan, yaitu  adanya isi mengenai Hak Asasi Manusia.Pasca amandemen jaminan hak asasi manusia tampak lebih dipertegas dan lebih terici.Hal ini dapat di lihat dalam UUD 1945 pasca amandemen jaminan hak asasi manusia dibuatkan bab tersendiri yakni Bab X A yang
terdiri atas pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J. Jaminan dan pengakuan HAM ini meneguhkan Indonesia sebagai negara demokratis konstitusional, di mana hak dan kebebasan warga negara dijamin akan dihormati, dilindungi, dipenuhi, dan dimajukan oleh negara. Dengan adanya jaminan hak dan kebebasan ini dalam UUD, tidak berarti manusia dapat melakukan sesuatu dengan sebebas-bebasnya dan merasa dilindungi oleh negara, ini adalah salah dan sudah terjadi di dalam kehidupan masyarakat.Hak. Hak dan Kebebasan itu dapat diatasi dengan cara diberi batasan-batasan yang jelas, tapi batasannya bukan karena kekuasaan, melainkan dengan hukum.

Hak hidup sebagaimana dijamin dalam pasal 28 A adalah hak mendasar bagi setiap manusia. Segala hak dan kebebasan hanya bisa dinikmati jika manusia dalam keadaan hidup. Hak hidup dalam cakupan yang sempit sering dihubungkan dengan pidana mati atau hukuman mati. Selanjutnya dalam cakupan yang luas, hak hidup dapat dihubungkan dengan kewajiban negara untuk memastikan bahwa setiap ibu yang melahirkan dapat menjalani persalinan dengan selamat. Kemudian negara wajib untuk memastikan bahwa tiada satupun orang di dalam negara tersebut, ada yang mati karena kelaparan atau penyakit yang sesungguhnya bisa tertangani. Begitu penting dan mendasarnya hak hidup, oleh karena itu, saya akan membahas hak hidup.

Diantara banyak macam HAM yang ada di dalam UUD 1945 setelah amandemen, ada satu pasal yang secara spesifik mengatur mengenai HAM yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Berikutinibeberapahakasasimanusia yang dijamindalarn UUD 1945 pascaarnandemenyaituhakhidup, hak untuk memperoleh pendidikan, hak untuk hidup bersama-sama seperti orang lain dan lainnya. Dari sekianbanyakmacamhak asasi, sayamemilihuntukmembahashakhidup.
1. Hak Hidup

Hak hidup sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan hak yang mendasar bagi setiap manusia. Segala hak dan kebebasan hanya bisa dinikmati jika manusia dalam keadaan hidup. Akibatnya apabila hak hidup dilanggar adalah seperti contoh kasus kerusuhan Poso. Kasus yang dialamiFabianusTibo, Dominggus da Silva, danMarinusRiwu yang didakwadalamperkarakerusuhanPoso, telahdijatuhihukumanmatimelaluipengadilan yang sejakawalmengundangkontroversimengenaiketerlibatanketiganyadalamperistiwa yang didakwakantersebut.

Pertama, merekakinitinggal menunggu eksekusi setelah pengadilan telah menjatuhkan hukuman mati.Kedua, pengacara terdakwa telah membawa bukti baru dalam peninjauan kembali (PK) yang menyangkal keterlibatan terdakwa. Ketiga, terlepas dari apa pun kesalahan yang dapat dibuktikan, hukuman mati bertentangan dengan hak-hak asasi manusia. Penting untuk dipersoalkan mengenai hukuman mati yang masih diberlakukan dalam penegakan hukum di Indonesia.Kasus Tibo dan kawan-kawan adalah yang paling mutakhir dimana pengadilan telah memutuskan hukuman mati.
Terlepas dari apakah mereka sebagai terdakwa telah dibuktikan bersalah atau tidak, sejumlah kalangan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang hak-hak asasi manusia, perempuan dan warga lainnya yang bersimpati, telah mengeluarkan pernyataan dan kampanye untuk menentang hukuman mati. Jika kita berpegang pada prinsip dan norma hak-hak asasi manusia, hukuman mati memang harus ditolak atau dihapuskan, karena ia bertentangan dengan prinsip dan norma tersebut. Apa yang disuarakan kalangan LSM dan warga sipil itu, sangatlah tepat. Betapapun beratnya tindak pidana yang didakwakan atas seseorang, seharusnya hukuman mati diakhiri.Bagaimana hal itu mesti dijelaskan?Pertama, negara bukan saja harus menghormati dan melindungi hak untuk hidup, tapi juga menjamin pelaksanaan penegakan hukum yang tak merengut hak tersebut.Negara harus menjamin hak setiap orang untuk hidup tanpa merenggutnya dalam penegakan hukum pidana.
Kedua, dalam prinsip hak-hak asasi manusia, hak untuk hidup adalah hak yang tak terenggutkan (non-derogable right), tak boleh dicabut dalam keadaan apa pun. Pencabutan hak ini tidak diperkenankan bukan saja dalam keadaan perang, apalagi dalam keadaan damai.
Ketiga, hak untuk hidup adalah hak yang melekat di dalam diri (right in itself) setiap orang.Hidup menyatu dengan tubuh manusia atau setiap orang.Merenggutnya berarti mengakhiri hidup seseorang.Pada titik yang mengerikan inilah hidup seseorang sebagai manusia berakhir.
Keempat, hak untuk hidup paling ditekankan untuk dihormati dan dilindungi oleh semua Negara sebagaimana terkandung dalam Pasal 6 Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi RI. Hak ini juga dilindungi dalam Pasal 28A UUD 1945 serta Pasal 4 UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Penghormatan dan perlindungan bukan saja bersumber dari prinsip dan norma hak-hak asasi manusia internasional, tapi juga telah menjadi bagian dari ketentuan hukum nasional. Negara berkewajiban melindungi dan menjamin setiap orang agar dapat menikmati hak untuk hidup.

a.    HukumanMati
Dalam kasus yang dialami Tibo dan kawan-kawan mencerminkan kehendak aparat yang berwenang untuk menggunakan pidana mati dalam menangani perkara kejahatan.Langkah ini tampaknya berlawanan dengan kecenderungan internasional yang hendak menghapuskan atau mengurangi jumlah kasus kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman mati.Selain kasus Tibo dan kawan- kawan, pidana mati juga dapat dijatuhkan pada pelaku kejahatan yang bertalian dengan pembunuhan, kejahatan menentang keamanan Negara, kejahatan terhadap kemanusiaan, serta narkoba.Belakangan bertambah penggunaan pidana mati yang terkait dengan kejahatan terorisme.Seruan untuk menjatuhkan pidana mati juga sempat dilontarkan dalam kasus penebangan kayu illegal dan korupsi.
Mereka yang menaruh kepedulian atas hak-hak asasi manusia berpandangan bahwa kewenangan mencabut hak untuk hidup dapat digolongkan sebagai pelanggaran hak-hak asasi manusia yang berat (gross violation of human rights).Karena merenggut salah satu hak yang tak boleh ditangguhkan pemenuhan. Tindakan ini menebas hidup yang hanya dalam diri seseorang yang tak pernah bias tersembuhkan atau tergantikan.Hukuman mati persis menunjukkan adanya kewenangan mencabut hak untuk hidup.Pidana mati dianggap sebagai hukuman yang kejam, tak berperikemanusiaan serta menghina martabat manusia.Hukuman ini jelas melanggar hak untuk hidup.Eksekusi mati memang pelanggaran serius oleh negara betapa pun seriusnya perbuatan pidana yang dilakukan seseorang.
Jika UUD dan UU HAM melindungi hak untuk hidup bagi setiap orang, seharusnya UU lainnya mematuhi perintah yang terdapat di dalamnya.Tapi persoalannya justru masih banyak ketentuan pidana yang tidak konsisten atau bertentangan dengan UUD dan UU HAM tersebut. Bahkan ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik sama tak konsistennya dengan ketentuan pidana mati.Dalam sistem peradilan pidana, penerapan hukuman mati dapat berbuah kegagalan yang tak mungkin diperbaiki.Kekhawatiran ini ditambah lagi dengan masalah "mafia peradilan" dan kelemahan lainnya yang masih melekat dalam sistem peradilan di Indonesia.Ini berarti kegagalannya dalam memenuhi standar internasional sebagai peradilan yang jujur dan independen.
Sejumlah kasus dalam peradilan pidana, persoalan yang dihadapi terdakwa adalah akses pada pengacara.Bagi warga asing, menghadapi kesulitan akses untuk mendapatkan penerjemah. Selain itu, telah menjadi kebiasaan dan praktek penyiksaan atas tersangka dan terdakwa yang bertentangan dengan UU No 5/1998 Ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Hukuman atau Perlakuan yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia.Dengan menyimak masih adanya ketentuan pidana mati dan kelemahan sitem peradilan, setiap orang yang dijatuhi hukuman mati perlu mengajukan grasi kepada presiden.Ketika grasi diajukan sudah seharusnya aparat yang berwenang menunda eksekusi sampai presiden memutuskan apakah memberikan grasi atau tidak.
Dari contohkasushukuman mati di negara-negara dunia dan khususnya di Indonesia, terlihat bahwa di jaman serba teknologi dan modern ini sepertinya hukuman mati tidak cocok diterapkan untuk menghukum seseorang. Karena dengan kemampuan teknologi terkini, sebuah fakta yang tersembunyi atau bias bisa terlihat jelas. Sehingga apabila seseorang yang menerima hukuman penjara, mungkin bisa saja keluar dari hukumannya tiba-tiba dinyatakan tidak bersalah karena kecanggihan teknologi sekarang yang dapat membantu penyelidikan kasus.Kelemahan hukuman mati adalah pada saat terdakwa divonis hukuman mati dan telah dieksekusi mati, namun dikemudian hari dengan bantuan teknologi, diketemukan fakta terbaru yang menyatakan terdakwa tidak bersalah, namun terdakwa telah dieksekusi.

b. Hak hidup masyarakat asli

Pemanfaatanbesar-besaransecara sepihak atastanahdankekayaanalam di Kalimantan dan Papua tidakhanyamenghabiskancadangandansumberhidupwargaasli, tetapijugaberdampakterhadapterjaminnyahakhidupmasyarakatasli. Bahkan, eksploitasi besar-besaran itu berpotensi menimbulkan konflik horizontal antarwarga.Namun, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah justru abai dan cenderung represif ketika masyarakat asli menolak atau menuntut penghentian eksploitasi tersebut. Pembukaan besar-besaran perkebunan sawit dan penambangan batu bara di Kalimantan serta pencanangan Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) di Merauke, Papua, menjadi contoh nyata atas persoalan tersebut. Hal itu terungkap dalam pertemuan antara komunitas masyarakat adat Kalimantan dan orang asli Papua dengan RedaksiKompas, Kamis(14/10)diJakarta.

Ketua Lembaga Masyarakat Adat Merauke Albert Moiwend mengatakan, masyarakat adat tidak pernah dilibatkan dalam proses lahirnya kebijakan MIFEE di Merauke. Mereka baru sadar setelah pemerintah dan pengusaha perlahan-lahan mengambil dan menguasai lahan milik masyarakat asli Merauke.Hal serupa juga terjadi di beberapa wilayah di Kalimantan, seperti Tanjung Selor dan Sintang.Benediktus Benglui, seorang kepala desa di Tanjung Selor, mengatakan, warga tidak pernah tahu wilayahnya telah dimasukkan ke dalam peta yang dikembangkan untuk perkebunan kelapa sawit.Pemberian izin lokasi oleh pemerintah setempat kepada pengusaha sama sekali tidak memerhatikan keberadaan mereka. ”Bupati mengatakan, tidak ada tanah adat di wilayah itu, yang adaadalahtanahnegara,”kataBenediktusBenglui.

Menurut Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian Konferensi Waligereja Indonesia Danny Sanusi, kebijakan pemerintah atas nama pembangunan itu nyatanya justru mengancam hak hidup masyarakat asli di dua wilayah tersebut. Mereka tidak hanya kehilangan tanah dan mata pencarian yang menjadi modal dan jaminan hidup mereka.Masifnya eksplorasi dan eksploitasi itu juga melahirkan kooptasi dan represi terus-menerus terhadap komunitas masyarakat adat.Di Papua dan Kalimantan, hal itu tidak hanya memunculkan ancaman bencana ekologis, tetapi juga marjinalisasi.Bahaya yang dihadapi tidak hanya pada sektor ekonomi, tetapi juga meliputi sosial dan budaya.Untuk itu, pemerintah diharapkan mampu melakukan tindakan konkret dan berpihak kepada keberadaan dan perkembangan masyarakat adat, baik di Kalimantan maupun kepada orang asli di Papua. (JOS)

Contoh kasus di Merauke dan beberapa wilayah lain seperti kalimantan bisa dibilang adalah pelanggaran HAM. Karenahutan yang dibabat dan diganti oleh pemerintahuntukdijadikan hutansawit, ternyata hutannyadipakaiolehwargaasli yang tinggal di daerahtersebutuntukbertahanhidup. Apabila tidak ada hutan yang tersisa, maka hidup masyarakat asli tersebut akan terancam karena kesulitan mendapatkan makanan. Mengatasinya sudah pasti harus dimulai dari pihak yang memiliki intelektual lebih dalam hal ini pemerintah.Pemerintahseharusnyalebihbijakdalammembuat kebijakan penggunaan lahan, karena lahan itu bukan hanya milik negara saja, tapi ada masyarakat lokal yang membutuhkan lahan tersebut.Kemudian dari pihak masyarakat asli daerah tersebut juga harus lebih kritis terhadap segala perubahan yang terjadi di hutan mereka, karena hutan milik mereka, maka mereka juga harus sigap dalam melindunginya.

Berikutinisalah satu hakasasimanusia yang dijamindalarn UUD 1945 pascaarnandemen adalah hakhidup (pasal 28A). Isi dari pasal 28A yaitu.
Pasal 28A:
“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”.
Maksud isi tersebut adalah bahwa setiap manusia terutama warga negara indonesia, sejak ia lahir mempunyai hak yang sama dalam hal hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Tidak ada satu orang pun yang bisa membeli nyawa orang lain atau menghilangkan nyawa orang lain dengan alasan apa pun. Jika ada yang menghilangkan nyawa orang lain dengan atau apa lagi tanpa alasan, maka orang tersebut harus menanggung hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku.

2. Hubungannya dengan perencanaan wilayah dan kota.
Semua manusia berhak untuk mempertahankan hidupnyadanberhakhidup. Oleh karena itu, untuk mendukung pasal 28A, peran negara atau dalam hal ini pemerintah wajib menyediakan infrastruktur yang mendukung.Pemerintah perlu membuat kebijakan tentang UU yang dapat melindungi HAM manusia.Pemerintah ternyata juga telah membuat undang-undang No. 26 tahun 2000, tentang pengadilan hak asasi manusia. Di dalam UU No. 26 Tahun 2000 ini sudah jelas terlihat bahwa pelanggaran  hak asasi manusia adalah pelanggaran yang berat. Berikut cuplikan Bab 1, pasal I ayat 2

2. “Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran hak asasi
manusia yang sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”.
Berikutnyasesuai contoh kasus yang pertama, pemerintahharusmembanguninfrastruktur yang berupafisik supaya mendukung tegaknya hak hidup.Pemerintah perlu membangun kantor pengadilan yang lebih baik lagi dan luas. Seperti kenyamanan ruangan harus dibuat sebaik mungkin supaya pada saat hakim mengambil suatu keputusan, dapat berfikir jernih dan menghasilkan keputusan yang tepat. Ruangan juga harus luas, dan sediakan ruang tertutup. Tujuannya supaya berkas-berkas penting pengadilan dapat disimpan dan tidak dicuri orang.
Kemudian untuk contoh kasus yang kedua, pemerintah juga harus dapat membangun infrastruktur berupa fisik. Pemerintah perlu membangun kantor polisi Kantor polisiberfungsimenindakkejahatansesuai UU demi menjagahak-hakkorbankejahatan, danmenjagawarga agar terlindungdarikejahatan yang mengancamjiwa.Polisijugadapatmembantumelindungidan menampung aspirasi masyarakatasli yang haknyaterinjak-injakolehkebijakanpemerintah yang semena-menaatauseenaknya.
Tambahan berikutnyarumahsakitberfungsiuntukmenyembuhkanwargasakit yang mungkinsajapenyakitnyadapatmembahayakanjiwanya. Rumah sakit juga bisa membantu menjamin kesehatan ibu yang sedang hamil, supaya sang ibu dari mengandung sampai melahirkan dapat selamat dan sehat hak hidupnya. Oleh karena itu rumah sakit wajib mendahulukan keselamatan jiwa pasien.





Daftar Pustaka

Pasal 28 diambil dari :vially20.wordpress.com/pembahasan-uud-1945-pasal-28/



Komentar

Postingan Populer